Menunggu Respon TikTok Terkait Larangan Berjualan

Berbagai portal berita nasional rame memberitakan tentang rencana Pemerintah melarang TikTok dkk berjualan melalui platform mereka, atau yang lebih dikenal dengan social commerce. Mari kita cermati apa alasan dari Pemerintah melakukan hal ini.

ilustrasi larang tiktok berjualan di Indonesia
gambar ilustrasi dari pixabay

Alasan Pelarangan

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyatakan alasan pertama pelarangan karena dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan data pribadi oleh media sosial bersangkutan. Yang kedua, ujarnya, tidak ada kaitan antara platform e-commerce dengan media sosial. Dia memberi analogi seperti media TV, hanya boleh beriklan tapi tidak boleh untuk berjualan (menerima uang secara langsung).

Yang ketiga, pelarangan ini juga terkait dengan barang impor, soalnya harga barang impor cenderung lebih murah daripada barang yang sama yang diproduksi di dalam negeri. Kalau ini dibiarkan, bisa membunuh UMKM di dalam negeri. Zulhas juga menegaskan bahwa media sosial seperti TikTok dan lain-lain tidak boleh jadi importir apalagi produsen barang.

Kebijakan Tidak Sama dengan Pelarangan

Saya secara pribadi memahami alasan yang diungkapkan oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, terkait rencana pemerintah untuk melarang TikTok dan platform media sosial lainnya dari berjualan melalui model social commerce. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan sekaligus mungkin saran buat pemerintah.

Terkait privasi data, pelarangan mungkin bukan satu-satunya solusi. Sebagai gantinya, pemerintah bisa mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat terkait dengan perlindungan data dan menjalankan audit secara teratur pada platform social commerce untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap standar privasi yang berlaku.

Banyak platform media sosial telah menjadi sarana penting bagi bisnis, terutama bagi UMKM, untuk memasarkan produk mereka. Alih-alih melarang sepenuhnya, pemerintah mungkin bisa mengatur lebih ketat kegiatan berjualan di platform media sosial untuk memastikan pajak dan aturan bisnis lainnya diikuti dengan benar.

Namun, melarang platform media sosial dari berjualan barang impor bisa menghambat akses konsumen terhadap variasi produk dan persaingan yang sehat. Sebagai alternatif, pemerintah bisa mempertimbangkan pajak atau regulasi lainnya untuk menyeimbangkan persaingan antara barang impor dan produksi dalam negeri.

Secara keseluruhan, sementara alasan-alasan yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan dapat dipahami, meskipun melarang sepenuhnya social commerce di platform media sosial mungkin bukan satu-satunya solusi yang efektif. Pendekatan jangka panjang yang lebih seimbang yang menggabungkan regulasi yang ketat dan dukungan terhadap industri dalam negeri serta UMKM mungkin dapat menciptakan ekosistem usaha yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat. 

Jangan sampai kebijakan model pelarangan seperti ini pada akhirnya akan mempersulit semuanya, baik dari sisi penjual, pembeli maupun pihak intermediary-nya, dalam hal ini TikTok dan sejenisnya. Mari kita tunggu detil dari kebijakan ini sambil menunggu respon dari pihak TikTok.

Redaksi WRTG

update:


Sumber: