Google dan Telur

Duh darimana mulainya cerita ini enaknya ya... Biar pembaca sekalian ndak bingung... Oke... kita mulai pelan-pelan ya... 

Cerita Telur

Awalnya sekitar 3 hari yang lalu, Mas @TylerGlaiel mengetik "can you melt eggs" di mesin pencari Google, dan si Google menjawab "Yes", dengan menyertakan sumber referensi dari Quora.

kasus google dan telur
๐Ÿ“ธ arstechnica

 Jawaban lengkap Google seperti dikutip dari arstechnica adalah sebagai berikut:

"Yes, an egg can be melted," "The most common way to melt an egg is to heat it using a stove or microwave."

kasus google dan telur
๐Ÿ“ธ arstechnica

Namun, masalahnya adalah, telur tidak bisa meleleh seperti coklat di bawah terik matahari. Secara kimia, telur mengalami perubahan bentuk ketika dipanaskan, bukan meleleh.

No, eggs cannot be melted. Instead, they change form chemically when heated.

Jawaban ngaco ini kemudian dengan cepat segera menyebar ke jagad maya, ditambah lagi kutipan² dari web² besar seperti Yahoo juga turut memuatnya.

Kenapa bisa terjadi?

Seperti kita tahu, prinsip EEAT yang jadi jargon Google terbaru, ternyata memberikan peringkat lebih kepada website yang berbasis User Generated Content (UGC), contohnya Quora dan Reddit.

Namun, cerita menjadi rumit ketika AI seperti Poe (fitur baru Quora), yang ditenagai oleh chatGPT, mulai memberikan jawaban-jawaban yang diindeks oleh Google sebagai kebenaran mutlak.

Pembaca mungkin pernah mengalami juga, seperti juga halnya cerita anak saya, kala itu pernah mencari jawaban "pulau terbesar di Indonesia", dan Google menjawabnya "pulau Jawa"... wkwkwkwk...

Lingkaran Mesin

Pertanyaannya adalah, sejauh mana kita membiarkan mesin-mesin ini mengatur informasi yang masuk ke dalam pikiran kita?  

Mengintip masa depan internet, mungkin saja kita akan melihat dunia maya yang dihuni oleh konten-konten buatan mesin. Kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita siap dengan konsekuensi dari dunia di mana mesin-mesin memberi makan mesin lainnya? Apakah kita ingin hidup dalam lingkaran mesin, di mana kebenaran dan kekeliruan mungkin saja menjadi kabur?

Saat kita tertawa pada cerita absurd ini, sebaiknya kita juga merenungkan apa yang sebenarnya kita inginkan dari dunia maya ini. Mungkin, saatnya bagi kita untuk lebih berhati-hati, lebih kritis, dan lebih sadar akan peran teknologi dalam membentuk pemahaman kita tentang dunia. 

Mungkin, saatnya bagi kita untuk merdeka dari belenggu lingkaran mesin, dan memastikan bahwa kebijaksanaan manusia tetap menjadi panduan utama dalam mengarungi lautan informasi digital ini.